300x600
PROBOLINGGO – Pasca penangkapan 4 terduga teroris di Probolinggo Jawa Timur, banyak warga yang langsung memberikan stigma negatif pada keluarga terduga. Bahkan, mereka dikucilkan masyarakat.
Tidak hanya pada keluarga, stigma juga disematkan pada gaya busana dan penampilan keluarga terduga teroris. Tentu saja hal ini membuat keluarga terduga resah.
Hal itu disampaikan RA, istri MF, terduga teroris yang ditangkap Densus 88. Pasangan MF dan RA tinggal di rumah kontrakan Perumahan Sumber Taman Indah, Jl Taman Tirta 4, Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo.
Tidak mudah untuk menemui RA pasca penangkapan sang suami. Ia menutup diri dari dunia luar untuk menghindari tuduhan yang bukan bukan. Terutama pada dirinya dan anak-anaknya.
Selama ini, RA dan anak-anaknya tidak tahu-menahu soal keterlibatan MF dalam merencanakan aksi teror bersama teman-temannya.
Saat Jawa Pos Radar Bromo berkunjung ke kediaman RA, pagar besi berwarna coklat yang sempat didobrak polisi itu sudah kembali normal. Pintu rumah yang juga berwarna coklat, sedikit terbuka.
Wartawan media ini kemudian menyapa anak-anak MF dan RA. “Om nyari siapa?” kata anak tersebut polos.
Setelah tahu siapa yang ingin ditemui wartawan ini, bocah tersebut bergegas memanggil ibunya. “Umi, ada yang nyari,” teriak bocah tersebut.
Sejurus kemudian muncul perempuan dengan cadar hitam sambil menggendong seorang bocah. Dialah RA, istri MF. Dari pernikahan keduanya, lahir tiga orang anak.
RA bersedia diwawancara media ini. Kepada Jawa Pos Radar Bromo, RA menyerahkan persoalan ini kepada pada Allah SWT. Sebagai seorang istri, ia berharap suaminya bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tabah dalam menjalaninnya.
Menurut RA, penangkapan suaminya membuat anak sulungnya yang kini duduk di bangku kelas 2 SD sering bertanya-tanya.
“Shock atau trauma mungkin dialami anak-anak. Tapi karena mereka masih kecil, belum tahu apa-apa. Hanya anak pertama saya yang sering menanyakan Kenapa adiknya dibawa polisi. Saya bilang kalau Abinya masih ada urusan. Nanti kalau sudah selesai bisa pulang,” terang RA.
RA juga pasrah dengan stigma masyarakat. Bahkan tak jarang orang menyebutnya Ninja, karena busana yang dia pakai. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya berharap masyarakat terbuka cara pandangnya.
“Saya dulu pernah dibilang ninja dan teroris. Mengingat pakaian yang saya gunakan. Miris rasanya dibilang begitu. Padahal tak semua yang berpakaian seperti saya ini teroris,” terang perempuan kelahiran Jember ini.
Sejak suami ditangkap, pendapatan keluarga tersendat. Selama ini MF bekerja sebagai tukang antar air mineral. Sedangkan RA berjualan baju secara online.
Selain itu, RA juga mengajar di Masjid At Tauhid. Namun semenjak penangkapan itu, kegiatan mengajar diliburkan sementara. Ia juga tak bisa lagi berjualan karena ponselnya disita aparat.
“Orang tua tahu kejadian ini. Jadi masalah keuangan, masih dibantu oleh orang tua. Namun saya yakin ada rezeki lain,” ucapnya.
RA mengaku sudah tinggal di Kota Probolinggo selama 5 tahun. Namun baru menempati rumah kontrakan sejak 8 bulan terakhir. Sebelumnya keluarga tersebut tinggal di Masjid At Tauhid.
Tak seperti RA yang tegar. Istri dua tersangka teroris lainnya enggan ditemui orang tidak dikenal. Seperti HH istri HA. Ia trauma dengan penangkapan suaminya. Begitu pula istri IS yang lebih memilih berada di dalam rumah saat itu.
Sementara SR istri AP, tidak keberatan ditemui media ini. Hanya saja tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut perempuan tersebut.
Ia lebih banyak menangis. Informasi yang dihimpun, mantan istri AP dari Lamongan ini datang untuk mengambil anaknya yang berinisial AZ.
Diketahui, di rumah kontrakan AP terdapat 6 anak. Satu di antaranya merupakan anak AP dengan istri pertamanya yang asal Lamongan. Sementara kelima anak lainnya merupakan anak SR dengan suami sebelumnya. Saat ini SR sedang mengandung anak AP.
baca sumber
Kode 300 x 250
Tidak hanya pada keluarga, stigma juga disematkan pada gaya busana dan penampilan keluarga terduga teroris. Tentu saja hal ini membuat keluarga terduga resah.
Hal itu disampaikan RA, istri MF, terduga teroris yang ditangkap Densus 88. Pasangan MF dan RA tinggal di rumah kontrakan Perumahan Sumber Taman Indah, Jl Taman Tirta 4, Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo.
Tidak mudah untuk menemui RA pasca penangkapan sang suami. Ia menutup diri dari dunia luar untuk menghindari tuduhan yang bukan bukan. Terutama pada dirinya dan anak-anaknya.
Selama ini, RA dan anak-anaknya tidak tahu-menahu soal keterlibatan MF dalam merencanakan aksi teror bersama teman-temannya.
Saat Jawa Pos Radar Bromo berkunjung ke kediaman RA, pagar besi berwarna coklat yang sempat didobrak polisi itu sudah kembali normal. Pintu rumah yang juga berwarna coklat, sedikit terbuka.
Wartawan media ini kemudian menyapa anak-anak MF dan RA. “Om nyari siapa?” kata anak tersebut polos.
Setelah tahu siapa yang ingin ditemui wartawan ini, bocah tersebut bergegas memanggil ibunya. “Umi, ada yang nyari,” teriak bocah tersebut.
Sejurus kemudian muncul perempuan dengan cadar hitam sambil menggendong seorang bocah. Dialah RA, istri MF. Dari pernikahan keduanya, lahir tiga orang anak.
RA bersedia diwawancara media ini. Kepada Jawa Pos Radar Bromo, RA menyerahkan persoalan ini kepada pada Allah SWT. Sebagai seorang istri, ia berharap suaminya bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tabah dalam menjalaninnya.
Menurut RA, penangkapan suaminya membuat anak sulungnya yang kini duduk di bangku kelas 2 SD sering bertanya-tanya.
“Shock atau trauma mungkin dialami anak-anak. Tapi karena mereka masih kecil, belum tahu apa-apa. Hanya anak pertama saya yang sering menanyakan Kenapa adiknya dibawa polisi. Saya bilang kalau Abinya masih ada urusan. Nanti kalau sudah selesai bisa pulang,” terang RA.
RA juga pasrah dengan stigma masyarakat. Bahkan tak jarang orang menyebutnya Ninja, karena busana yang dia pakai. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya berharap masyarakat terbuka cara pandangnya.
“Saya dulu pernah dibilang ninja dan teroris. Mengingat pakaian yang saya gunakan. Miris rasanya dibilang begitu. Padahal tak semua yang berpakaian seperti saya ini teroris,” terang perempuan kelahiran Jember ini.
Sejak suami ditangkap, pendapatan keluarga tersendat. Selama ini MF bekerja sebagai tukang antar air mineral. Sedangkan RA berjualan baju secara online.
Selain itu, RA juga mengajar di Masjid At Tauhid. Namun semenjak penangkapan itu, kegiatan mengajar diliburkan sementara. Ia juga tak bisa lagi berjualan karena ponselnya disita aparat.
“Orang tua tahu kejadian ini. Jadi masalah keuangan, masih dibantu oleh orang tua. Namun saya yakin ada rezeki lain,” ucapnya.
RA mengaku sudah tinggal di Kota Probolinggo selama 5 tahun. Namun baru menempati rumah kontrakan sejak 8 bulan terakhir. Sebelumnya keluarga tersebut tinggal di Masjid At Tauhid.
Tak seperti RA yang tegar. Istri dua tersangka teroris lainnya enggan ditemui orang tidak dikenal. Seperti HH istri HA. Ia trauma dengan penangkapan suaminya. Begitu pula istri IS yang lebih memilih berada di dalam rumah saat itu.
Sementara SR istri AP, tidak keberatan ditemui media ini. Hanya saja tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut perempuan tersebut.
Ia lebih banyak menangis. Informasi yang dihimpun, mantan istri AP dari Lamongan ini datang untuk mengambil anaknya yang berinisial AZ.
Diketahui, di rumah kontrakan AP terdapat 6 anak. Satu di antaranya merupakan anak AP dengan istri pertamanya yang asal Lamongan. Sementara kelima anak lainnya merupakan anak SR dengan suami sebelumnya. Saat ini SR sedang mengandung anak AP.
baca sumber