300x600
Peta pertarungan politik menjelang Pemilihan Presiden 2019 semakin terbuka. Momen Gatot Nurmantyo mencium tangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi pertanda.
Foto itu terpampang di semua media. Gatot Nurmantyo tengah menunduk, memegang dan mencium tangan Ketua Umum Partai Demokrat, SBY. Mantan Panglima TNI itu mengenakan batik coklat-hitam dengan peci hitam terlihat sumringah saat buka bersama di kediaman Chairman Trans Corp, Chairul Tanjung, Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6/2018).
Presiden ke-6 RI itu tersenyum. Tepukan tangan kirinya di bahu kanan Gatot seakan menjadi tafsir politik restu untuk maju di Pilpres 2019.
Gatot memang fenomenal. Jenderal bintang empat yang dihormati semua pasukan khusus TNI itu digadang-gadang sebagai penantang terberat Presiden Joko Widodo. Hanya berbekal relawan, Gatot terus mencuri hati partai politik.
Selain SBY, kartu truf lainnya ada di tangan Prabowo. Kedua jenderal ini menjadi penentu apakah Gatot yang akan dijagokan untuk menghadapi Jokowi.
Pertama, Gerindra tetap mengusung Prabowo dan bergandengan dengan PKS. Kedua, Demokrat membentuk poros ketiga dengan menggandeng PAN dan PKB. Poros semakin terbuka karena peluang Muhaimin Iskandar untuk digandeng Jokowi sebagai cawapres semakin kecil. Peta ini sangat dimungkinkan karena sudah terjalin saat Pilkada DKI.
Ketiga, koalisi besar SBY dan Prabowo menghadapi Jokowi. Tidak ada yang tak mungkin dalam politik. Terlebih, Prabowo tak lagi sekuat saat 2014, dan yang dihadapi adalah presiden incumbent. Jadi semangatnya menjadikan Jokowi 'musuh' bersama.
Seperti dilansir Kompas, Jokowi tengah mengamati posisi lawan sebelum menentukan figur cawapresnya. Termasuk mengamati karakter kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini kontra pemerintah.
"Fenomena incumbent yang menarik itu lawan terberatnya adalah bukan nama-nama penantangnya tapi fenomena seberapa besar 'asal bukan Jokowi'," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya dikutip kompas.com, Kamis (12/4/2018).
Belum lagi jika menilik hasil riset LSI Denny JA. Berdasarkan survei yang dilakukan Januari 2018, elektabilitas Jokowi hanya mencapai 48,50 persen dan elektabiltas calon-calon pesaing Jokowi sebesar 41,20 persen. Sedangkan, ada 10,30 persen orang yang belum menentukan pilihan.
Data itu menunjukkan Jokowi sudah kuat tapi belum aman. Peluang Jokowi untuk bisa menjadi jawara di pilpres tahun depan, yakni 50-50. Dimana peluang untuk menang dengan peluang menuai kekalahan sama besarnya. Ini yang menjadi mimpi buruk Jokowi.
baca sumber
Kode 300 x 250
Foto itu terpampang di semua media. Gatot Nurmantyo tengah menunduk, memegang dan mencium tangan Ketua Umum Partai Demokrat, SBY. Mantan Panglima TNI itu mengenakan batik coklat-hitam dengan peci hitam terlihat sumringah saat buka bersama di kediaman Chairman Trans Corp, Chairul Tanjung, Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6/2018).
Presiden ke-6 RI itu tersenyum. Tepukan tangan kirinya di bahu kanan Gatot seakan menjadi tafsir politik restu untuk maju di Pilpres 2019.
Gatot memang fenomenal. Jenderal bintang empat yang dihormati semua pasukan khusus TNI itu digadang-gadang sebagai penantang terberat Presiden Joko Widodo. Hanya berbekal relawan, Gatot terus mencuri hati partai politik.
Selain SBY, kartu truf lainnya ada di tangan Prabowo. Kedua jenderal ini menjadi penentu apakah Gatot yang akan dijagokan untuk menghadapi Jokowi.
Pertama, Gerindra tetap mengusung Prabowo dan bergandengan dengan PKS. Kedua, Demokrat membentuk poros ketiga dengan menggandeng PAN dan PKB. Poros semakin terbuka karena peluang Muhaimin Iskandar untuk digandeng Jokowi sebagai cawapres semakin kecil. Peta ini sangat dimungkinkan karena sudah terjalin saat Pilkada DKI.
Ketiga, koalisi besar SBY dan Prabowo menghadapi Jokowi. Tidak ada yang tak mungkin dalam politik. Terlebih, Prabowo tak lagi sekuat saat 2014, dan yang dihadapi adalah presiden incumbent. Jadi semangatnya menjadikan Jokowi 'musuh' bersama.
Seperti dilansir Kompas, Jokowi tengah mengamati posisi lawan sebelum menentukan figur cawapresnya. Termasuk mengamati karakter kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini kontra pemerintah.
"Fenomena incumbent yang menarik itu lawan terberatnya adalah bukan nama-nama penantangnya tapi fenomena seberapa besar 'asal bukan Jokowi'," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya dikutip kompas.com, Kamis (12/4/2018).
Belum lagi jika menilik hasil riset LSI Denny JA. Berdasarkan survei yang dilakukan Januari 2018, elektabilitas Jokowi hanya mencapai 48,50 persen dan elektabiltas calon-calon pesaing Jokowi sebesar 41,20 persen. Sedangkan, ada 10,30 persen orang yang belum menentukan pilihan.
Data itu menunjukkan Jokowi sudah kuat tapi belum aman. Peluang Jokowi untuk bisa menjadi jawara di pilpres tahun depan, yakni 50-50. Dimana peluang untuk menang dengan peluang menuai kekalahan sama besarnya. Ini yang menjadi mimpi buruk Jokowi.
baca sumber