300x600
Seorang warga negara asing (WNA) bernama Frank Jean Pierre Schulthess (62) mengamuk dan marah-marah kepada warga Desa Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Sabtu kemarin. Lelaki tua asal Prancis itu mempersoalkan bacaan tadarus dan selawat yang disiarkan melalui pengeras suara musala yang berada di dekat rumah istrinya.
Peristiwa ini pertama kali diketahui aparat Polsek Ciampea dari laporan masyarakat setempat. Mereka melaporkan bahwa telah terjadi kesalahpahaman antara Frank dan warga yang melaksanakan acara tadarus di Musala Nurul Jadid, Kampung Ciampea Hilir, Desa Tegalwaru, Sabtu (2/6/2018).
Frank yang tinggal berdepanan dengan Musala Nurul Jadid mengaku merasa terganggu dengan bacaan selawat yang dibunyikan melalui pengeras suara musala tersebut. Frank lantas menegur Ustaz Ade Syafei yang memimipin acara selawatan di musala itu. Akibatnya, cekcok mulut antara Frank dan Ade pun tak terhindarkan. Dalam sebuah video yang tersebar secara viral di dunia maya, pria bule itu sempat mengancam akan merusak masjid.
Mendapat laporan tersebut, langkah yang ditempuh Polsek Ciampea antara lain adalah menenangkan masyarakat di lingkungan sekitar musala agar tidak bertindak reaktif. Selanjutnya, polisi menghubungi tokoh masyarakat, di antaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Desa Ciampea, dan memanggil kedua belah pihak yang bertikai.
Polisi dan ulama berusaha menyelesaikan permasalahan dengan cara musyawarah dan mufakat. Proses mediasi antara Frank dan Ustaz Ade dihadiri oleh Kapolsek Ciampea yang didampingi Babinsa (Bintara Pembina Desa) dan Babinkamtibmas (Bintara Pembinanaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) setempat.
“Polsek Ciampea juga memeriksa data kewarganegaraan Frank, mulai dari paspor hingga visa yang bersangkutan,” ungkap Humas Polres Bogor, Minggu (3/6/2018).
Dia menjelaskan, Frank menikah dengan wanita Indonesia bernama Asmini (50). Istri warga negara asing tersebut, kata dia, menjelaskan bahwa suaminya mengidap gangguan emosi (marah-marah) dan bahkan untuk tidur pun ditempatkan di luar rumah.
Dalam mediasinya, Frank menyadari akan kesalahan yang dia perbuat karena terbawa emosi sehingga mengeluarkan perkataan yang tidak sepatutnya diucapkan. Dia mengaku marah-marah karena tidak mengetahui bahwa kegiatan selawatan dan tadarus merupakan bagian dari kegiatan keagamaan umat Islam.
“Secara pribadi saya meminta maaf terhadap masyarakat Tegalwaru, Ciampea, dan umat Islam di Indonesia, umumnya atas perkataan dan perbuatan saya yang menyinggung umat Muslim karena saya kurang memahami Bahasa Indonesia,” kata Frank mengakui kesalahannya.
baca sumber